Hidup
Saya sangat menyukai langit dan samudera. Oleh karena itu saya senang mendaki gunung dan bermain di pantai. Saya merasa selalu dihargai dan disayangi oleh langit dan samudera. Bertumpuk-tumpuk masalah rasanya akan lenyap saat saya menatap langit dan samudera. Apalagi langit gelap malam hari. Tanpa saya memberitahunya, seakan-akan langit gelap sudah tau saya sedang ingin didengar. Tak jarang saya menangis hanya dengan menatap langit malam, meluapkan segala permasalahan hidup yang sebenarnya sepele----tentu saja sepele----karena masalah hidup saya hanya se per sekian dari luasnya alam semesta ini. Langit malam seakan-akan berbisik kepada saya, ia memberitahu saya, bahwa semua akan berakhir, semua akan selesai, dan masalah saya itu bukan akhir dari dunia. Saya menyukai menengadah ke langit malam, berdiam diri, berkontemplasi, dan berdoa.
Mungkin bukan hanya saya yang menyukai langit dan samudera, mungkin kamu juga? Atau saya sendiri yang suka?
Dalam sejarahnya, langit dan samudera ternyata memiliki hubungan yang erat dengan umat manusia. Di suatu masa yang sangat lampau, di saat alam semesta masih muda, atom-atom pembentuk tubuh kita terbentuk di dalam perut bintang-bintang yang bersinar. Iya. Bintang-bintang di atas sana. Keren kan? Kita adalah bagian-bagian dari bintang yang disukai banyak orang. Hehe. Nah, mungkin itu yang menyebabkan saya dan mungkin kamu juga(?) seperti punya ikatan emosional dgn bintang dan langit malam. Teman saya pernah membaca suatu artikel yang menjelaskan bahwa kenapa manusia merasa nyaman berkontemplasi dengan melihat langit dan samudera itu karena dari sana kehidupan berasal--debu kosmis dan evolusi marine-organism. Dari sanalah kita terbentuk, pecahan-pecahan debu kosmis yang kompleks.
Begitu kecilnya ya kita?
Komentar
Posting Komentar