15 Mei

Siapa sangka,

15 Mei datang—tak dengan pelukan hangat,
melainkan setitik duka
yang tumbuh menjadi genangan air mata.

Ia berdiri.
Meski hatinya bersimbah luka,
meski malam menolak memberi asanya.

Tak ada cahaya celah jendela,
udara pun seakan lupa jalannya.
Fajar entah ke mana,
langit membisu tak biasa.
Dari mana ia berharap terang
jika segala yang ada adalah gelap?

Tapi perempuan itu—
ia tetap di tempatnya,
mengakar di tanah luka
dengan nyala doa
yang ia bisikkan lirih:
“Tuhan, kasihanilah hamba-Mu.”

Oh, betapa malang rupanya
langkah yang tertatih dalam diam.
Namun bukankah ia punya Tuhan
yang tak pernah jauh dari air matanya yang jatuh?

Maka mari,
kita doakan ia—
agar tetap seteguh ia,
agar Tuhan mengusap kepalanya
dengan kasih yang tak hingga.

Selamat datang,
15 Mei yang muram.
Jadilah teman,
bukan beban.
Dan biarkan ia tetap hidup,
meski hatinya penuh luka.

Aku yakin,
Ia akan selalu kuat.
Karena Tuhan Maha Kuasa,
maka, ia, tunggulah hadiahnya.

Kamu bisa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membumikan Riset

Dream Job

Badai