Pendakian Merbabu Pertama Saya!
Sekita tahun 2014 saya memulai hobi saya. Saya diperkenalkan
dengan gunung oleh kakak saya, yang memang dari SMP dia sudah suka mendaki
gunung. Awalnya saya ragu, karena saya ingat betul hari seninnya saya ada
ujian, jadi saya perlu pertimbangan yang matang. Kata kakak saya,
“Kalau kamu enggak yakin, gak usah
ikut aja, aku gak mau tergesa-gesa, alam itu hidup, dia bisa merasakan
bagaimana manusia melakukan sesuatu…”
Terus, disitu saya mikir, kalau bukan sekarang saya memulai
ini, lalu kapan lagi, belum tentu saya akan punya banyak waktu untuk mencoba
hal yang baru #eaaa #uhuuuy *naon*. Kemudian saya memutuskan, fixed, saya ikut. Dan berangkatlah saya,
kakak saya, kakak ipar saya, dan adik saya. Jarak gunung merbabu dari rumah
saya hanya memerlukan waktu 45 menit. Saya dan kakak saya berangkat dari rumah
sekitar pukul 10 siang, tujuannya supaya saat isya’ kami sudah sampai pos 4. Dan
paginya bisa naik ke puncak lalu melihat matahari terbit.
Dan, sehabis dzuhur kami berempat memulai pendakian. Awalnya sih, saya sok-sok an jalan cepet gitu, tapi baru beberapa langkah, duhdek, capek nian sayo. Serius, naik
gunung bukan seperti naik tangga ke lantai 5 FTP. Ini lebih dari itu. Butuh konsentrasi
tinggi, kerendahan hati, dan kepekaan terhadap alam. Sepanjang perjalan kami banyak bertemu pendaki
lain, dan FYI kalau yang belum pernah
naik gunung, kita harus prepare untuk
meet and greet kepada pendaki lain. Kita
harus saling menyapa dengan pendaki lain, meskipun hanya sekedar,
“Mari mas,
mba….”
“Ayo mba
semangat bentar lagi pos 4!!”
“Semangat
atuh teteh..”
“Istirahat
dulu mas…”
Ya begitulah sepanjang perjalanan, jadi ya, setiap saya naik
gunung saya berasa jadi artis. Ini serius da.
Para pembaca yang sudah pernah naik gunung pasti setuju. Ya kan? Ah naon
widh. Saya sampai pos 2 saja sudah ingin menyerah rasanya, setiap saya tanya
kakak saya, apakah sudah mau sampai, pasti jawabanya,
Begitu terus jawabannya dari jam 2
siang sampai jam 5 sore. Padahal kan saya butuh kepastian huks. Kakak saya saja
tidak member kepastian, apalagi kamu huks. Sekitar maghrib, kami berempat sudah
sampai pos tiga. Saya bilang ke kakak saya, mendingan sholat dulu. Tapi saya
tidak tahu kenapa kakak saya bilang, lanjut saja. Saya, adik, dan kakak ipar
saya pun menurut. Dan, disitu kekuasaan Allah, Allah tunjukkan. Medan dari pos
tiga ke pos empat sedikit berat, kami harus merangkak naik. Kebetulan saya
salah ambil jalur, saya mengambil jalur air, you know kan, berart jalur yang
saya lewati tersebut licin. Sangat licin. Saya terus merangkak naik, sampai di
pertengahan, tiba-tiba kaki adik saya kram, saya panik. Kemudian saya suruh
adik saya untuk tetap tenang dan istirahat sebentar sambil saling berpegangan
tangan dengan saya #eaaaa, kakak saya masih dibawah, karena memang dia yang
menyuruh kami naik duluan, antisipasi kalau ada apa-apa. Setelah beberapa
menit, kaki adik saya sudah sembuh. Kami bertiga(Saya, adik, dan kakak ipar
saya) pun lanjut merangkak. Tak berapa lama, saya yang kram. Saya kembali panik.
Lebih panik dari yang tadi. Kepanikan saya bertambah sekitar 120 poin dari
sebelumnya saat saya melihat ke bawah. Tinggi banget ciiiiin. Saya nangis, adik
saya udah merangkak duluan bersama kakak ipar saya. Saya berada di
tengah-tengah tebing sendirian. Karena waktu itu maghrib, jadi banyak pendaki
yang memilih istirahat dan melanjutkan pendakiannya ba’da maghrib. Saya sudah
sesenggukan, dan dengan cepat kakak saya menyusul saya. Tangan saya gemetaran,
persis seperti pertama kali saya menyadari bahwa saya dapat melihat dunia yang
tidak bisa orang lain lihat, you know what I mean kan?.
Seketika kakak saya langsung memeluk
saya, saya masih menangis. Kemudian saya ditenangkan oleh kakak saya. Dia bilang,
mendingan saya turun lagi, kemudian saya mencari jalur yang lain, yang bukan
jalur air, supaya lebih enak dan aman. Tentu
saja saya tidak langsung meng-iya-kan. Saya menyadari bahwa sampai di tengah
tebing membutuhkan perjuangan. Saya sempat menolak, tapi saat kakak saya
bilang, daripada kamu tidak kunjung sampai? Saya pun mau. Saya turun lagi
dengan kakak saya, kemudian kami berdua mencari jalur lain. Adik dan kakak ipar
saya sudah menunggu di atas. Dan sampailah saya. Kami berempat istirahat
sebentar dan sholat maghrib, kakak saya minta maaf karena sudah menolak ajakan
saya untuk sholat maghrib terlebih dahulu. Setelah selesai istirahat, kami pun
melanjutkan perjalanan. Dan sekitar pukul 20.00 WGM(Waktu Gunung Merbabu) kami
sampai pos 5. Kami membuat tenda disana, dan paginya kami baru akan naik ke
puncak.
Subuh, kami bangun, sholat, dan kami
pun untuk sementara berubah menjadi koki ala-ala, masak seadanya, makan
sekenanya huks. Setelah itu kami mulai pendakian ke puncak. Jaraknya tidak
terlalu jauh. Semua tas dan barang-barang yang berat lainnya kami tinggal di
tenda. Setelah sekitar 45 menit(if I mention it correctly) kami sampai puncak. Kami
kebagian melihat sunrise-nya. MashaaAllah, saya bingung mau bilang apa. Super
indah. Indah!!!! Indah Sekali.
Langit jingga yang dihiasi lautan
kapas yang super besar berpadu dengan kilauan keemasan dari matahari, ah, saya
bisa merasakan ritme alam ini. Semua berbaur menjadi satu. Rerumputan di sabana
terkena pancaran sinar matahari menciptakan romantisme baru di puncak kala itu.
Dan inilah samudera di atas awan. Benar-benar ada, MashaaAllah, lalu nikmat
mana lagikah yang saya dustakan. Saya merasa selangkah lebih dekat denganmu. Saya
sadar kalau saya ini hanya makhluk-Mu yang kecil.
Sungguh, langit saat itu begitu
bersahabat, kebesaran-Nya tampak nyata. Angin gunung, mengagumkan. Saya belum
pernah merasa kagum terhadap alam seperti saat itu. Mungkin saya lebay, tapi
memang beginilah perasaan saya. Intinya yaa, semakin dekat dengan alam, maka
semakin kagumlah kita kepada sang pencipta. Bagaimana alamini begitu mesra dan
seimbang? Bagaimana semua ini terbentuk? Bagaimana warna-warni alam begitu pas?
Hanya Allah yang mampu. Hanya Allah yang bisa. Kita, manusia, sudah selayaknya
tunduk pada-Nya. Sudah kewajiban kita untuk menjalankan perintah-Nya. Alam semesta
ini, dibentuk sebagai tempat kita untuk mencari Ridho-Nya, karena bagaimanapun,
kita nanti akan kembali pada-Nya. Pesan saya, cobalah mendaki gunung. Paling tidak
sekali saja, maka kalian akan tahu rasanya. Lain kali saya post pengalaman saya mendaki beberapa gunung lainnya. Salam .
Bawa aku ke sana :P
BalasHapusYukdek sini
BalasHapushabis lebaran ke sumbinh wkwkwk
AH JADI KANGEN KAN
BalasHapusAyoklah naik kak !!!! :D
BalasHapus