Ditunjuk! #2
Waktu SMA entah mengapa, saya merasa
nama saya ini keramat. Tidak hanya itu, saya merasa saya selalu mendapatkan
nomor urut kelas yang keramat. Pada saat saya kelas sepuluh, saya meimiliki
nomor urut, 36. Dimana angka 3 adalah angka yang ada dimana saja. Di nama bulan
ada, 3 adalah bulan maret, 3 juga bisa digunakan dalam tanggal, 6 adalah bulan
juni, 6 juga bisa digunakan dalam tanggal. Kesimpulannya, nomor saya ini
fleksibel untuk ditunjuk kapanpun. Mau berdasarkan, bulan atau tanggal. Bisa semua.
Hiks. Dari sanalah saya sering ditunjuk maju. Mulai dari bahasa jawa, biologi,
bahasa inggris, Higher Learning,
matematika, bahasa Indonesia, dan hampir semuanya. Saya terlalu sering menyapa
papan tulis dengan jarak yang sangat dekt. Hiks. Di pelajaran bahasa jawa, saya
pernah ditunjuk untuk membaca geguritan,
menyanyi macapat, sampai mementaskan
monolog drama. Kenapa saya? *garuk-garuk tembok*.
Bersama pak Andy, PPL dari UNS
Di pelajaran biologi, saya adalah
objek favorit untuk ditunjuk sebagai delegasi debat kelas. Hiks. Jadi, guru
saya, pak Joko namanya, sering mengadakan debat untuk mengakhiri suatu bab atau
materi, dan saya juga tidak paham kenapa sering sekli saya menjadi delegasi
untuk pihak kontra. Selain itu, saat saya kelas dua belas, saya juga memiliki
nasib yang sama. Saya sering sekali menjadi presentator tugas dengan nomor urut
satu. Jadi saya sering menjadi yang pertama untuk melakukan presentasi. I don’t know why. Padahal ini sudah
ganti guru, yaitu bu Sita. Saya gagal paham. Hiks. Di pelajaran bahasa inggris,
saya sering menjadi siswa yang disuruh menyelesaikan soal di depan. Padahal melihat
skor toefl saya yang jauh dari kata bagus dan riwayat saya ngobrol dengan bule dengan bahasa inggris acak-acakan kaya
hidup saya ini, hingga akhirnya bule-nya
kelihatan pusing menghadapi saya yang
terlalu percaya diri ini, saya prihatin kenapa pak Guru sering menunjuk saya. Selain
itu, guru saya yang suka banget mengawali pelajaran dengan mengasah kemampuan
speaking para siswanya ini selalu menjadikan nama saya ini nama yang sering
keluar dari perkataan beliau, contohnya ‘widha,
how’s life with you?’ ‘widha, can you tell me what’s your activities today?’ ‘widha,
can you help me to explain this..’ begitulah. Saat saya kelas sebelas dan
duabelas, nomor urut saya menjadi 20. Nomor itu semakin keramat menurut saya. Karena
tahun pada 99 tahun terakhir ini akan selalu mengandung nomor 20. Bukankah begitu?
2012, 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018……….. Itu artinya selalu ada kemungkinan
saya akan menjadi siswa yang akan ditunjuk untuk maju
presentasi/review/mengerjakan soal dan lain-lain. Oh hidupku. Dan benar saja. Saya semakin sering menjadi siswa yang
sering maju ke depan dan menyapa papan tulis secara lebih dekat.
Sekarang saya sudah semester empat. Dan
nasib ‘ditunjuk’ guru sudah bergnti,
sekarang menjadi ‘ditunjuk’ dosen. Dari
awal saya masuk kuliah, saya sudah merasakannya. Saya paling ingat sewaktu saya
masih semester tiga. Semester tiga adalah semester yang sangat menyeramkan
untuk saya. Kenapa? Karena ada mata kuliah matematika industri. Mata kuliah
yang paling saya……..cinta LOL. Saya selalu takut ditunjuk untuk mengerjakan di
depan. Dan tibalah suatu ketika, saya duduk di depan sendiri. Di depan dosen. Dan
saya ditunjuk untuk melanjutkan jawaban yang sebagian sudah dikerjakan oleh
dosen saya. Syukurnya, saya sedikit paham. Jadi saya tidak terlalu memalukan. Saya
bisa. Alhamdulillah.
Baru-baru ini saya ditunjuk untuk
menyelesaikan sebuah rancangan percobaan di mata kuliah statistika industri. Saya
awalnya tenang karena dosen saya sepertinya akan menunjuk mahasiswa berdasarkan
tanggal, saya duduk di depan, jadi tidak mungking, karena saat itu tanggal
sebelas. Dengan percaya diri, saya bilang ‘mulai
dari samping saya saja pak, hitungannya…’ dosen saya pun menghitung mulai
dari samping saya. Dan, nahas. Nomor sebelas adalah saya, karena sistem
perhitungan bapaknya adalah letter U.
yasudah, saya tetap memasang tampang cool. Biar tidak terlihat panik. Padahal sebenarnya,
saya panik setengah mati. Saya lagi-lagi mengeluarkan jurus sok-sok an saya. Saya mengerjakan sebisa
saya. Dan untunglah dosen saya ini baik, jadi saya dibimbing untuk
mengerjakannya. Fiuuuuhh. Lega. Leganya
kaya abis puasa 3 hari, terus buka puasa pakai es pisang ijo.
Ya begitulah hidup saya, penuh dengan
lika-liku penunjukkan. Saya masih gagal paham kenapa selalu saya. Saya yang
dengan jujur mengakui saya tidak pintar maupun cerdas merasa prihatin terhadap
saya sendiri hiks. Salam lestari! *loh?
Komentar
Posting Komentar