Ritual pulang kampung saat Idul Fitri salah satunya adalah berkunjung ke tempat pengasuh saya dulu. Lebih tepatnya pengasuh saya dan adik saya. Tapi rasanya saya sedikit tidak sreg dengan kata "pengasuh," karena saya merasa mereka lebih dari itu. Seperti kakek nenek saya, bahkan lebih dari itu. Dulu, saat saya dan adik saya kecil, bapak dan ibu bekerja full time di perusahaan. Dari saya bayi sampai adik saya lahir, bahkan sampai kami resmi lulus dari mereka, kami tetap selalu main ke tempat mereka. Menginap saat libur, makan bersama, Ramadan bersama, bahkan kami dekat sekali dengan keluarga kakek nenek tersebut (untuk selanjutnya mari kita sebut Pak Manto dan Mbok Ti). Saya dan adik saya tumbuh dan beranjak dewasa dengan kehadiran Pak Manto dan Mbok Ti. Rasanya cukup. Tidak perlu apa pun. Barangkali itu yang membuat saya setiap kali berkunjung ke rumah mereka selalu menangis sesudahnya. Ada rasa sayang yang teramat besar, bahkan tidak ada kata yang cukup untuk menggambarkanny...
Pernahkah kalian berpikir kenapa sains dan riset tidak terlalu populer di Indonesia? Mungkin kita merasa riset itu hanya untuk kalangan akademisi, atau bahkan terasa jauh dari kehidupan sehari-hari. Nah mungkin itu karena sebagian besar riset yang dilakukan di Indonesia tampaknya kurang relevan dengan masalah yang dihadapi masyarakat. Sehingga membuat minat terhadap riset rendah. Lantas, apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Salah satu alasan utama adalah kesenjangan antara akademisi dan masyarakat. Bahasa yang digunakan dalam riset sering kali terlalu teknis dan sulit dipahami oleh orang non-akademis. Tanpa adanya translasi yang jelas, masyarakat tidak tahu mengapa penelitian itu penting atau apa manfaatnya bagi kehidupan mereka. Ini menciptakan gap antara riset yang dilakukan di laboratorium dan kebutuhan nyata di lapangan (yang dihadapi oleh masyarakat). Selain itu, budaya berpikir saintifik di Indonesia masih terbilang lemah. Masyarakat sering kali mencari jawaban yang pasti—100% ...
Memaknai "Dream Job" dan how to get there Akhir-akhir ini, tulisan di blog ini rasanya cukup serius, ya? Hehe. Tapi kali ini, saya ingin bercerita ringan soal sebuah "trigger" dari postingan dari instagram @fellexandro yang saya lihat pagi tadi—tentang dream job yang sangat sesuai dengan pemikiran saya. Topik ini mungkin sudah sering terdengar, tapi menurut saya tetap relevan untuk kita renungkan. Bicara tentang Dream Job Sebagian dari kita mungkin sudah menemukan dream job , sementara yang lain masih mencari. Dan itu normal—setiap orang punya jalannya masing-masing. Yang ingin saya bahas di sini adalah apa yang terjadi ketika harapan kita untuk langsung masuk ke dream job setelah lulus sekolah tidak berjalan sesuai rencana. Bagaimana kita menyikapi kegagalan itu? Well, hidup terus berjalan, dan di sini kita punya pilihan. Mungkin banyak di luar sana yang, seperti saya, memilih "kerja dulu yang ada." Melakukan yang terbaik, meski belum sepenuhnya sesuai ...
Komentar
Posting Komentar