Membumikan Riset

Pernahkah kalian berpikir kenapa sains dan riset tidak terlalu populer di Indonesia? Mungkin kita merasa riset itu hanya untuk kalangan akademisi, atau bahkan terasa jauh dari kehidupan sehari-hari. Nah mungkin itu karena sebagian besar riset yang dilakukan di Indonesia tampaknya kurang relevan dengan masalah yang dihadapi masyarakat. Sehingga membuat minat terhadap riset rendah. Lantas, apa yang menyebabkan hal ini terjadi?

Salah satu alasan utama adalah kesenjangan antara akademisi dan masyarakat. Bahasa yang digunakan dalam riset sering kali terlalu teknis dan sulit dipahami oleh orang non-akademis. Tanpa adanya translasi yang jelas, masyarakat tidak tahu mengapa penelitian itu penting atau apa manfaatnya bagi kehidupan mereka. Ini menciptakan gap antara riset yang dilakukan di laboratorium dan kebutuhan nyata di lapangan (yang dihadapi oleh masyarakat).

Selain itu, budaya berpikir saintifik di Indonesia masih terbilang lemah. Masyarakat sering kali mencari jawaban yang pasti—100% benar atau salah, padahal riset sejatinya adalah proses untuk menguji hipotesis, menemukan solusi terbaik berdasarkan data, dan mengatasi ketidakpastian. Tanpa pemahaman ini, banyak orang merasa riset itu tidak relevan atau membingungkan. Pada riset saintifik, tidak ada jawaban yang 100%, yang ada hanyalah probabilitas.

Riset juga sering kali dilakukan tanpa arah yang jelas. Indonesia membutuhkan roadmap yang menggambarkan dengan tepat bidang mana yang menjadi prioritas nasional untuk kemajuan negara. Apakah itu energi terbarukan, ketahanan pangan, food waste, climate change atau teknologi kesehatan. Tanpa fokus pada isu strategis, riset tidak dapat menghasilkan dampak maksimal.

Di Indonesia, akademisi lebih sering dinilai dari jumlah publikasi atau sitasi, bukan dari dampak nyata riset mereka terhadap masyarakat atau industri. Ini membuat para peneliti lebih terfokus pada pencapaian akademis ketimbang mencari solusi untuk masalah-masalah besar yang dihadapi bangsa.

Lalu, bagaimana cara kita bisa menjadikan riset relevan dan bermanfaat bagi Indonesia? Ada beberapa langkah yang perlu diambil:

1. Melatih Akademisi dalam Science Communication

Akademisi harus diajarkan dan dilatih untuk menjelaskan riset mereka dalam bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami oleh orang banyak. Science communication atau seni komunikasi ilmiah adalah keterampilan yang sangat penting. Misalnya, bagaimana green technology bisa membantu UMKM mengurangi biaya energi, atau bagaimana riset tentang perubahan iklim dapat membantu petani menghadapi cuaca ekstrem, atau bagaimana kita bisa membantu permasalah food waste dengan teknologi pascapanen yang mumpuni. Dengan komunikasi yang baik, riset tidak hanya menjadi lebih dipahami, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat dan membuka peluang kolaborasi dengan industri.

2. Membangun Integrated Research Ecosystem

Riset di Indonesia membutuhkan ekosistem yang lebih terintegrasi. Universitas, pemerintah, dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk menyelesaikan masalah nyata. Salah satunya dengan menciptakan konsorsium riset internasional yang melibatkan berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk isu-isu penting seperti ketahanan pangan dan energi terbarukan. Selain itu, memanfaatkan diaspora akademik Indonesia yang ada di luar negeri bisa menjadi salah satu cara untuk memperluas jaringan riset global.

Note:
Konsorsium adalah suatu bentuk kerjasama atau aliansi antara beberapa lembaga, organisasi, perusahaan, atau individu yang memiliki tujuan bersama untuk mencapai hasil tertentu

3. Mendorong Pendidikan STEM sebagai Soft Power

Untuk menjadi kekuatan global dalam sains dan teknologi, Indonesia harus memprioritaskan pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics). Namun, permasalahannya adalah minat terhadap STEM masih rendah karena masyarakat lebih memilih bidang lain yang dinilai lebih "aman" seperti bisnis dan manajemen. Pemerintah harus menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan di bidang STEM dan mempromosikan riset terapan yang bisa memberi dampak langsung bagi masyarakat. Edukasi publik tentang pentingnya STEM juga perlu diperkuat.

4. Membudayakan Pemikiran Saintifik

Masyarakat perlu memahami bahwa riset bukanlah tentang mencari jawaban pasti, melainkan tentang menguji hipotesis dan mencari solusi terbaik melalui data dan eksperimen. Dengan memahami cara berpikir saintifik, masyarakat bisa lebih menghargai riset dan mendukung lebih banyak investasi di bidang sains.

Riset bukan hanya pendorong inovasi dalam negeri, tetapi juga alat diplomasi yang dapat memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional. Negara-negara seperti Tiongkok dan India telah berhasil memanfaatkan diaspora akademik mereka untuk menciptakan kolaborasi global, menarik investasi asing, dan mempromosikan inovasi domestik. Indonesia harus belajar dari mereka dengan menghubungkan kementerian terkait seperti Kemendikbud, Kemenristek, dan Kemenlu dalam satu framework yang mendukung riset internasional. Ini akan menciptakan narator-narator baru yang mempromosikan Indonesia di dunia internasional.

Sampai saat ini, Indonesia belum pernah meraih Nobel, dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya eksposur terhadap budaya riset yang mendalam. Untuk itu, kita harus belajar dari negara-negara yang sudah sukses, seperti Swedia atau Jerman, tentang apa yang diperlukan untuk menghasilkan penelitian berkualitas Nobel. Ini bukan hanya tentang fasilitas, tetapi juga tentang membangun budaya diskusi ilmiah yang mendalam, kolaborasi antar disiplin ilmu, dan eksperimen yang terus menerus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu: Wijaya

Dream Job