Sabar
Hari Sabtu sore, saya berkesempatan mengikuti kajian bersama Ustadz Nuzul Dzikri. Temanya sederhana, tentang sabar, tetapi justru dari kesederhanaannya itu, ada banyak sekali renungan yang mengetuk hati saya, juga kembali membawa ingatan saya bahwa manusia sangatlah lemah, baik raga maupun jiwanya. Sungguh tanpa Allah, manusia tidak bisa apa-apa.
Sering kali dalam hidup kita lebih sibuk menghitung target: kapan selesai, kapan tercapai, kapan berhasil. Kita merasa hidup ini seperti sebuah lomba dengan garis akhir yang harus segera diraih. Padahal, kalau dipikirkan lebih dalam, justru yang lebih penting bukanlah “kapan sampai,” melainkan “bagaimana kita berjalan.” Jika kita mampu konsisten, kita akan bertumbuh. Tidak perlu terburu-buru, cukup pastikan langkah kita berada di jalan yang benar: istiqomah di jalan Allah.
Hakikatnya, kita tidak dituntut untuk menyelesaikan segalanya. Kita dituntut untuk tetap berada di jalan-Nya hingga akhir hayat. Target sejati bukanlah garis finish, melainkan proses yang melahirkan kebaikan demi kebaikan, sekecil apapun itu. Bukan dibandingkan dengan orang lain, tetapi dengan diri kita sendiri. Apakah hari ini kita lebih baik daripada kemarin? Apakah kita masih tetap berjalan, meski pelan?
Namun di situlah tantangan sebenarnya. Hal-hal rutin sering kali terasa membosankan. Shalat lima waktu, membaca Al-Qur’an, menjaga lisan, menahan amarah, semuanya adalah rutinitas. Tapi justru rutinitas itulah kunci keberhasilan. Siapa yang mampu merutinkan kebaikan, dialah yang akan sampai pada tujuan. Karena keberhasilan bukanlah hasil dari satu loncatan besar, melainkan buah dari langkah-langkah kecil yang dijalani dengan sabar.
Dan sabar itu sendiri bukanlah sifat bawaan manusia. Ia tidak lahir begitu saja dari kekuatan diri. Sabar adalah karunia yang Allah berikan. Maka sabar sejati hanya akan ada ketika disertai dengan ikhlas dan cinta kepada-Nya. Kalau kita bersabar hanya untuk membuktikan diri:“lihat, aku kuat, aku bisa bertahan”, maka kesabaran itu akan habis ketika ego kita lelah. Tapi kalau kita bersabar karena Allah, insyaAllah akan lebih langgeng dan bermanfaat, karena tujuannya bukan lagi diri kita, melainkan Dia, Allah.
Well, saya pribadi juga sering merasa lelah dalam memperjuangkan mimpi. Ada kalanya hati bertanya: kapan ya akan sampai? kapan doa ini akan terjawab? Tapi dari kajian itu saya belajar bahwa tugas saya bukan menghitung jarak, melainkan menjaga langkah. Selama saya istiqomah, Allah pasti melihat, Allah pasti menuntun. Mudah-mudahan Allah kuatkan.
Dan, untuk siapa pun yang sedang memperjuangkan mimpinya, seperti saya, seperti mungkin juga kamu yang sedang membaca tulisan ini: ingatlah bahwa perjalanan ini bukan tentang seberapa cepat kita sampai. Ini tentang bagaimana setiap proses membuat kita lebih dekat kepada Allah, lebih ikhlas, lebih sabar, dan lebih kuat. Jangan takut kalau jalannya terasa panjang atau berliku, karena selama kita istiqomah, Allah akan cukupkan segalanya pada waktu yang tepat.
Teruslah bergerak, teruslah melangkah. Tetaplah sabar. Jangan menyerah. Karena setiap tetes usaha yang kita jalani hari ini, insyaAllah kelak akan bermuara pada kebaikan yang tidak pernah sia-sia, proses hidup tidaklah sia-sia.
Komentar
Posting Komentar