Anak di Bawah Umur

Anak di Bawah Umur


Kali ini saya mau serius.
Beneran serius.
Bahkan saya menulis ini sambil menangis tersedu-sedu #sruuuut


Baik saya mulai.

     Saya adalah mahasiswa semester tiga di salah satu univesitas di Jogja. Sebagai seorang mahasiswa, tentu saya sering pulang larut malam. Nah, kalau saya pulang larut malam, biasanya saya beli makan di salah satu warung makan favorit saya sejak semester satu. Warung makan ini kebetulan dekat dengan kos-an saya. Jadi saya sedikit tahu mengenai perkembangan warung makan ini.
Sebut saja warung x.
    Dulu, saat saya masih semester satu hingga beberapa minggu yang lalu, pelayan dari warung makan ini adalah dua orang pemuda yang bisa dikatakan sudah cukup umur untuk bekerja. Namun, sejak beberapa minggu yang lalu saya menyimpulkan bahwa terjadi pergantian karyawan. Soalnya, sekarang pelayan dari warung x adalah 4 orang remaja. Satu diantaranya masih kelihatan berumur 15 tahun-an. Kalau tiga yang lainnya saya rasa sudah pantas untuk bekerja.
    Argumen saya bahwa pelayan tersebut berumur 15 tahun-an semakin di dukung saat hari ini saya beli makan disana. Pelayan tersebut kebetulan mengenakan kaos bertuliskan MTsN bla bla bla 2014. Pokoknya salah satu MTsN di Jogja. Saya sedikit kaget, karena anak yang harusnya dia belajar di rumah, malah menjadi pelayan di sebuah rumah makan. Apalagi dia seumuruan adik saya. Ya Allah, rasanya miris. Adik saya yang seumuran dia, boro-boro kerja nyari duit, dia hanya suka main game. Dan adik yang menjadi pelayan ini, di usia yang masih belia, harus mencari nafkah. Entah untuk apa nafkah itu, tapi hati saya benar-benar teriris. Saya merasa benar-benar kurang bersyukur. Saya bisa kuliah, gratis, karena saya beasiswa tapi kuliahnya malah enak-enakan. Tapi adik itu, saya yakin, dia menginginkan pendidikan yang layak juga.
    Hal yang saya khawatirkan disini adalah, kalau-kalau dia lulus SMP dan tidak melanjutkan ke SMA karena keadaan ekonomi, lalu ia memilih menjadi pelayan warung makan. Itu ironis. Di balik megahnya kata 'Merdeka' masih tersimpan mirisnya pendidikan di negeri ini. Saya yakin di luar sana masih banyak yang seperti adik ini. Tapi adik ini benar-benar membuat saya sedih. Kenapa? Saya punya adik seumuran dia, bahkan laki-laki juga. Jadi saya tahu bagaimana seharusnya adik itu menikmati masa belianya. Saya tahu bagaimana adik saya menjalani hidupnya, walaupun saya merantau. Di usianya, dia sedang menikmati betapa asyiknya masa SMA dan menjadi anggota OSIS. Namun adik ini, sungguh saya merasa sedih.
Saya tidak tahu bagaimana latar belakangnya, tapi sungguh, ini ironis.
    Harapan saya, semoga adik ini tidak putus sekolah. Kerja di warung adalah sampingannya. Dia masih memiliki waktu untuk belajar dan bermain. Dia tidak dalam kondisi tertekan.

Sungguh, begitu beruntung nasib saya. Begitu Allah menyayangi dan mengasihi saya.

Saya yakin, banyak generasi muda kita yang memiliki nasib yang sama seperti adik yang menjadi pelayan di warung x.


Itu semua, tugas kita
Itu semua bergantung pada kita generasi yang beruntung mengecam pendidikan.

Ayo perbaiki negeri, ayo selamatkan generasi muda kita.

Ayo rubah negeri kita
Ayo hilangkan pekerja anak di bawah umur


Ayo kita ciptakan generasi emas bangsa


Terimakasih
Ini argumen saya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu: Wijaya

Dream Job

Momiji Kairou: Mapple Corridor