Tono

Saya tau mungkin saya alay jika menulis postingan ini, saya rasa ini akan sangat panjang, tapi ya sudah, untuk teman terbaik, apa pun akan saya lakukan. Sebut saja Tono, saya mengenalnya semenjak awal tahun lalu karena kami bekerja di perusahaan yang sama. Menjadi lebih dekat karena kami berada pada departemen yang sama dan berada di antara ribuan user yang sebut saja terlalu kritis (?). Di antara ribuan orang, akhirnya ada orang yang satu frekuensi dengan seonggok widha ini. Sebenarnya kebersamaan kami hanya saat di kantor, karena dia rumahnya tidak dekat dengan kantor, sedangkan saya tinggal di asrama perusahaan, jadi ya sebenarnya awalnya biasa aja, cuma ngerasa senasib sepenanggungan saja. Lalu apa pentingnya si Tono ini hingga saya harus menulis tentangnya? Presiden bukan, pelawak bukan, artis apalagi (tapi ini bisa sih, tapi bukan). Tidak ada alasan lain kecuali Tono adalah salah satu orang yang paling baik yang pernah saya kenal seumur hidup.

Pada awal-awal masa kerja, saya bisa sakit seminggu sekali. Seminggu sekali saya pasti ke rumah sakit, entah kenapa, tapi kalau kata dokter karena stress. Saya tidak punya orang untuk sekadar berbagi keluh kesah atau kabar gembira. Orang yang memang ada keberadaannya, yang bisa saling support. Sampai tibalah Tono ini di tempat kerja saya, sebenarnya kami sudah sama-sama pernah tau karena pernah satu project, cuma ya gitu, tau doang, tidak kenal. Bagaimana bisa satu project tapi tidak kenal? Tentu, apa sih yang tidak mungkin? Hahaha. Long story short, kami akhirnya jadi akrab. Saya ingat betul kelakuan aneh pertama dia adalah dia jalan kaki ke plant lain padahal ada shuttle. Saya waktu itu masih berprasangka baik "oh mungkin anaknya emang suka olahraga", sampai setelah semakin kenal memang Tono ini unik, instead of memanggil dengan panggilan aneh, saya memilih unik. Setelah kejadian itu saya jadi sering berinteraksi dan akhirnya kami menyadari kami senasib dan sepenanggungan. Tentu saya bersyukur karena akhirnya ada orang yang menerima saya apa adanya sebagai teman baik (setidaknya dari sudut pandang saya, boleh jadi saya adalah teman yang menyebalkan kalau dari sudut pandang Tono). 

Tono sering sekali membantu saya. Kami saling curhat, saling menasehati, saling memuji, saling memaki,  saling menertawakan. Tono adalah orang yang sama, baik di depan maupun di belakang saya. Kalau saya bertingkah aneh, yang bagi orang lain merupakan aib atau hal memalukan, Tono tidak pernah berkomentar sinis tentang saya. Too good to be true, dia tidak sungkan menirukan tingkah aneh saya. Tidak hanya sekali, sering. Hampir setiap kali. Saya jadi merasa punya teman dan punya pelindung. Hampir setiap momen. Entah saya yang memaksa atau Tono yang ikhlas melakukannya. Saya seringkali melontarkan pertanyaan atau pernyataan konyol yang mungkin membuat dia emosi. Biasanya kalau dia sudah emosi atau sekadar kesal, saya akan memasang tampang ambigu antara bingung atau menyesal kenapa dia emosi, padahal saya sadar juga kenapa dia emosi. Saya adalah orang yang kemampuan spasialnya sangat buruk, jangankan menghafal nama tempat, untuk melihat google maps saja saya kesulitan. Panjang lebar saya jelaskan alasannya kepada Tono, kemudian biasanya Tono hanya memasang tampang ngenes seolah bertanya, "widha ini wanita macam apa sih? apa yang dia bisa?"

Tono pernah datang jauh-jauh dari kahyangan (sebut saja kahyangan) ke asrama saya yang jaraknya >50 km hanya karena saya sedang sedih dan butuh teman, dia datang lengkap dengan hati yang lapang untuk menerima segala keluhan saya yang sebenarnya tidak seberapa ini. Dia tau saya tidak punya siapa-siapa di sini bahkan untuk sekadar berbagi keluh kesah. Dia tau (setidaknya menurut sudut pandang saya) kalau saya tidak bisa berbagi cerita sedih ke sembarang orang. Apalagi saat itu saya sedang patah hati. Maka saat saya sedih ditambah patah hati, Tono datang seperti malaikat, untung bukan malaikat maut.

Setiap kali saya menangis atau burn out, saya akan menelepon atau chat Tono. Setiap saya kesulitan saya akan mencari Tono. Seringkali saya bertanya apakah dia kesal? Dengan tabahnya dia menjawab tidak. Coba bayangkan? Betapa baiknya dia. Suatu ketika menu makanan perusahaan adalah jamur goreng, yang mana itu adalah menu favorit saya. Kemudian saya dengan polosnya bilang "boleh ga aku ambilin jamur-jamur yang belum dimakan?" dengan ikhlasnya Tono bilang, "nanti aku kumpulin di satu mangkok". Gubrak. Saya pikir itu hanya angin lalu, ternyata beneran dikumpulin, terus dikasih ke saya. Saya sampe kehilangan kata-kata. Terima kasih Tono atas jamurnya. Sejak saat itu setiap kali saya makan jamur goreng, saya akan tertawa mengingat momen itu.

Saya, sampai saat ini belum menemukan padanan kata yang tepat untuk menggambarkan betapa baiknya Tono, perhatian, jujur, kadang-kadang bijaksana, tidak banyak meminta, dewasa, keibuan (?), rajin, tekun, pintar lagi. Tono bahkan saat ini sudah menjadi buah bibir ke seluruh penjuru perusahaan karena dia adalah idola baru (?). Intinya, Tono ini baik sekali sampai-sampai saya bingung bagaimana menggambarkannya. 

Tulisan ini saya dedikasikan untuk Tono, jika suatu saat membaca tulisan ini, terima kasih banyak ya Tono. Mungkin kalau tidak ada kamu, saya sudah menyerah. Terima kasih Allah sudah mempertemukan saya dengan Tono di antara milyaran manusia.

Ada satu hal yang tidak saya sukai dari waktu, kadang waktu mengubah sesuatu yang sebenarnya tidak perlu diubah. Tapi semoga Tono selalu bisa menerima saya apa adanya walaupun ya saya tau saya sangatlah aneh dan menyebalkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu: Wijaya

Dream Job

Momiji Kairou: Mapple Corridor