Taraxacum
Sebab menjadi dandelion tak hanya tentang terbang, tapi tentang tahu kapan saatnya menunggu angin yang tepat. 
—
Setangkai dandelion hari ini pergi lebih pagi. Agaknya ini menjadi ritual tahunan setiap tanggal 22 Juli, sejak enam tahun lalu. Setangkai dandelion adalah perempuan yang masih mempercayakan hidupnya pada Dzat yang Maha Kekal.
Hari ini, langkahnya terasa sedikit lebih ringan. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Ia pun bertanya-tanya, “apa yang berbeda, ya?” Tahun lalu, dan tahun-tahun sebelumnya, ia selalu berdoa supaya di tahun berikutnya ia bisa berada di tempat yang berbeda. Untuk terbang. Menebarkan pappus. Lalu menumbuhkan kehidupan-kehidupan baru. Tapi hari ini, dandelion tidak lagi memanjatkan doa yang sama. Ia hanya berharap, segala perilaku, prasangka, dan perbuatannya tidak menjadi hal yang menakutkan bagi kehidupan. Ia ingin tetap bisa menikmati prosesnya. Proses menjadi dandelion yang pada waktunya, akan menebarkan pappusnya di Bumi.
Ia sedang belajar memproses kegagalan pertama, kedua, ketiga, keempat, ke sebelas, ke lima belas, dan entah berapa lagi setelahnya. Juga rasa bersalah. Rasa bersalah pada dandelion kecil yang mungkin sudah lama menunggu tumbuh, agar bisa menjadi dandelion dewasa yang mampu menebar kehidupan. Tapi ternyata, kata Dzat yang Maha Kekal, “Tunggu dulu, ya, dandelion. Masih ada proses ini, untukmu belajar menjadi dandelion yang sempurna.” Belasan, oh tidak, puluhan kali dandelion mencoba sekuat tenaga. Ini dan itu. Tapi ternyata memang ia belum tahu apa-apa. Ia hanya tahu tergesa-gesa. Dan barangkali, terlalu tergesa-gesa.
Jadi ya, begitulah akhirnya dandelion mengubah doanya.
Kini ia hanya mempercayakan hidupnya pada Dzat yang Maha Mengetahui.
—
Semalam, dandelion kembali pada ingatannya tentang satu film dokumenter astronomi enam tahun lalu. Pada satu pelajaran dari: The Challenger. The Challenger adalah pesawat ulang-alik milik NASA, proyek kedua setelah Columbia. Diluncurkan pada 28 Januari 1986, dan meledak hanya 73 detik setelah peluncuran. Tujuh awaknya gugur. Penyebab utama ledakan itu adalah kegagalan pada O-ring di salah satu Solid Rocket Booster (SRB). Tapi yang menarik perhatian dandelion bukanlah tragedinya. Melainkan malam sebelum tragedi itu terjadi.
Malam sebelum peluncuran, si ahli O-ring (seorang vendor NASA) sudah menyampaikan temuannya. Ia mengkhawatirkan kemungkinan kegagalan jika peluncuran dilakukan pada suhu rendah, yang memang diperkirakan terjadi (-1°C). Suhu yang terlalu dingin membuat O-ring menjadi kaku, tak mampu menyegel rapat sambungan. Gas panas dari pembakaran bahan bakar bocor keluar, membakar struktur tangki bahan bakar utama. Kebocoran ini memicu ledakan yang mengakhiri segalanya.
Si ahli O-ring sudah mencoba menjelaskan dengan segala keterbatasan data dan tekanan situasi, dengan bahasa teknisnya sebagai engineer. Si ahli O-ring frustasi karena NASA tak kunjung memahami. Pun NASA, NASA frustrasi karena tidak menguasai bahasa teknis sehingga tidak mengerti apa yang sedang dijelaskan. Mereka meminta visualisasi yang lebih mudah dipahami. Tapi si ahli juga kesulitan menjelaskan. Keduanya sama-sama berusaha. Tapi tak bertemu.
Dari tragedi ini, dandelion belajar bahwa komunikasi bukan hanya soal menyampaikan, tapi juga memastikan apakah yang kita sampaikan sampai dan dimengerti.
Masalah yang sebenarnya bisa dihindari malam itu, akhirnya menjadi duka yang abadi. Tapi, begitulah tabiat manusia, hanya bisa berandai-andai. Ya setidaknya, pelajaran itu tertanam. Setidaknya, untuk dandelion.
—
Mungkin, dari ingatan itulah dandelion hari ini terasa lebih tenang. Barangkali, untuk tumbuh menjadi dandelion yang sempurna (untuk ukuran dandelion) ia memang harus berada di tempat dan situasi yang sekarang. Tempat yang penuh pelajaran. Situasi yang tak mudah, tapi membuatnya belajar menjadi lebih baik, agar kelak, ia menjadi dandelion yang bisa menebarkan pappus dengan baik, sehingga kehidupan yang tercipta pun baik, tak seperti Challenger.
Barangkali, memang Tuhan sedang menyiapkan ini semua untuknya. Agar nanti, ketika tiba saatnya menebarkan pappus, ia bisa melakukannya dengan sebaik-baiknya. Supaya kehidupan-kehidupan baru yang akan dimulai, juga versi terbaiknya.
Selamat enam tahun, dandelion. Berat, ya?
Tapi tunggu sebentar lagi.
Ingat, ini adalah pijakanmu untuk menjadi dandelion yang sempurna.
—
Mungkin aku belum sampai ke tempat yang kuimpikan. Tapi mungkin juga, tempat dan situasiku sekarang sedang menyiapkanku untuk menjadi peneliti yang bukan hanya paham ilmunya, tapi juga bisa menyampaikannya dengan lembut, jelas, dan utuh. Supaya tak ada Challenger lainnya. Supaya pappus yang kutebar nanti bisa melahirkan kehidupan terbaiknya.
Komentar
Posting Komentar