Seperti Siti Hajar

Sometimes, kita tuh butuh untuk memahami dan melihat lebih dalam tentang apa-apa yang terjadi di dalam hidup kita. Penuh dengan ups, downs, kejutan, pokoknya nano-nano banget dan pasti dialami oleh semua orang. Sadar atau tidak, we  are all manusia biasa yang punya keterbatasan dalam banyak hal. Ada masanya kita merasa bahagia sekali sampai rasanya mau terbang ke awan, tapi pasti ada juga masa ketika kita mau menyerah, menyalahkan diri sendiri, menangis, atau mau bunuh diri. It's normal, because life is full of surprises. Indeed, we all just need to face it. Rasanya gampang sekali ya bilang seperti itu? Iya, gampang. Karena saya sedang waras, beda cerita kalau saya sedang down, pastilah kalimat itu tidak mempan dan merasa dunia tidak adil, paling sedih, paling menderita. Padahal, kita bukanlah pusat alam semesta, kita manusia biasa, yang terbatas, yang hanya bisa berusaha semampu kita dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Because nothing in this world is yours. Apapun itu, akan kembali kepada Allah. Saya tekankan, ini saya sedang waras, sehingga saya bisa menulis seperti ini ya.

Bumi berputar, mengorbit matahari, angin berhembus, polusi udara semakin bertambah dll. Ini adalah bukti simpel bahwa hidup terus berjalan, apa pun yang terjadi suatu saat nanti pasti akan berlalu, tapi ada dua cara, apakah itu selesai, atau kitanya yang dibuat lupa dengan sesuatu itu. Karena terkadang, sesuatu ada tidak untuk selesai atau diselesaikan, melainkan hanya untuk menjadi pelajaran untuk kita. Jadi yang bisa kita lakukan ya menerima, mencerna, berusaha, lalu menyerahkan semuanya kepada pencipta.

Pernahkah kalian menginginkan atau bermimpi tentang sesuatu? Lalu rasanya sulit sekali, berkelok-kelok, seperti tidak ada ujungnya. Saya pernah. Sering. Banyak hal seperti itu dalam hidup saya, banyak mimpi yang belum tercapai, kalau usaha, insyaallah saya selalu berusaha keras (dari perspektif saya), tapi tak kunjung terlihat hilalnya. Sedih? Pasti, itu emosi yang manusiawi. Kecewa? Jangan tanya, berapa kali saya merenung, bengong, mengevaluasi diri saya tentang apakah saya tidak pantas sekali mendapatkannya? Atau seperti apa? Perasaan campur aduk setiap gagal. 

Ya begitu ya teman-teman, paragraf-paragraf di atas hanyalah prolog. HAH? Jadi maksud lo wid? Iya. Intinya baru akan dimulai WJWJWWJWJWJ, jadi bagaimana? Sudah siap? Let's go.

Pada hari selasa, 11 April 2023, saya ada acara bukber kantor, lebih tepatnya bukber divisi yang sebenarnya bukan divisi saya. Hah kok bisa? Bisa, apa sih yang tidak bisa? Kun fayakun ~ Nah salah satu susunan acara di bukber itu adalah tausyiah dari salah seorang senior di kantor. Jujur, saya tidak berekspektasi pada apa pun, termasuk pada ceramah tausyiah, pidato, film, curhatan, acara sulap, acara bedah rumah dst. Sehingga, ketika tausyiah kemarin juga saya tidak berekspektasi apa-apa. Tapi kemudian saya mulai tertarik karena analogi yang digunakan sangatlah keren dan cocok untuk umat manusia seperti saya ini. Saya juga iseng survei ke beberapa orang, ternyata sepakat dengan saya. Analoginya pas dan sungguh membuat tertohok. Sebut saja Pak Hasan, Pak Hasan waktu itu tausyiah tentang proses dan hasil, begini kira-kira isinya ya:

Bahwa terkadang manusia merasa sedih dan kecewa ketika sudah berusaha sekuat tenaga tapi ternyata hasilnya tidak sesuai atau hasilnya tidak ada (di mata manusia) atau ternyata sebenarnya tidak perlu sekeras itu usahanya karena hasilnya ya itu aja. Betul, saya sepakat dengan itu. Manusia adalah makhluk yang dianugerahi akal dan perasaan, sehingga pasti ada sisi logis dan feeling-nya. Terkadang manusia lupa ada sesuatu yang tidak terlihat yang memengaruhi, adalah Allah. Dzat yang Maha Besar, Maha Benar, Maha Tahu, Maha Segalanya. Ada campur tangan Allah di setipa desir nadi kita, langkah kita, detak jantung kita. Jadi kalau Allah tidak berkehendak, apa yang bisa kita lakukan selain pasrah dan tawakkal?

Seperti Siti Hajar istri Nabi Ibrahim AS. Salah satu wanita super yang pernah hidup di muka bumi. Setelah ia melahirkan seorang bayi laki-laki bernama Ismail, ia ditinggal suaminya sendirian di tempat yang gersang dan sepi di dekat rumah yang dimuliakan (Baitullah). Nah, pada saat itu ia sedang di lembah yang gersang tersebut, kemudian tiba-tiba ia mendengar suara tangis bayi Ismail dalam nada yang memilukan karena kehausan. Ismail menangis hingga membuatnya panik dan mencari cara untuk mendapatkan air. Ia segera berdiri meninggalkan Ismail, melangkahkan kakinya dan berlari-lari kecil menuju bukit Shafa dan terus lari ke bukit Marwah pulang pergi, mencari setitik sumber air serta tak henti-hentinya memohon pertolongan Allah dengan segala kerendahan hatinya. Ia melakukan itu sampai tujuh kali. Karena mereka berada di lembah yang sepi, jeritan tangis dan teriakan mohon pertolongan Hajar tak didengar oleh siapa pun. Tapi kemudian pertolongan Allah datang, Allah memancarkan air dari bawah tanah yang disentuh kedua kaki Ismail yang kini dikenal sebagai mata air Zam-Zam. Air itulah yang kemudian membantunya bertahan. Di tengah-tengah lembah yang gerah dan seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan, muncul mata air yang sampai saat ini masih bisa dinikmati oleh seluruh umat muslim dari seluruh dunia.

Dari cerita tersebut, terlihat jelas bahwa, terkadang apa-apa yang kita usahakan memang dekat sekali dengan kita, hanya kita yang tidak menyadarinya. Seperti Siti Hajar, setelah ia berproses dengan bolak balik Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali, hasilnya ternyata ada di kaki anaknya. Terkadang Allah hanya ingin melihat kita berusaha sebaik mungkin, kemudian memberikan kebutuhan kita di saat dan tempat yang tidak kita duga-duga.

Maka, widha yang sangatlah lemah, tanpa Allah saya bukanlah apa-apa, kamu perlu ingat bahwa Allah Maha Adil dan Maha Mengetahui. Cukuplah Allah menjadi penolong kamu widh. Berusaha sekuatmu lalu pasrahkan kepada-Nya.

"Apa yang menjadi milikmu akan kamu temukan dengan sendirinya"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#siriustalk

De Lente (Episode 2)

Rindu: Wijaya