7 Juli 2023

“It’s the best job in the world. As long as the job solves a problem and positively impacts other people, from a distance or in a close proximity to each other. Down on the street or high up in a skyscraper, it may be done standing or sitting all day, is whatever you make of it, the best job in the world.”

Adalah kutipan dari Gojek yang saya sukai. Menjadi baik, menjadi benar, menjadi peduli, menjadi bermanfaat bagi diri sendiri dan sekitar kita. Langit gelap. Daun bergerak mengikuti dahan. Rumput basah. Kamboja tidak berbunga. Dua kursi kayu. Angin tiba-tiba menjadi kencang. Saya yang berdiri nyaris terbawa. Hujan. Untung dunia belum runtuh. 

Saya tahu betul semua akan berakhir, akan ada ujung, saya juga menyadari bahwa mungkin saya akan merindukan momen-momen seperti ini. Bagaimana hari kalian? Jika kalian sedang lelah dengan semua hal, sini, bersama saya, kita duduk atau berjalan bersama-sama kemana saja, tanpa arah pun tidak masalah. Kita bisa berjalan dalam diam, sampai kapan pun kalian mau. Kemudian jika sudah siap untuk bercerita, saya akan matikan musiknya. KIta bisa mulai ngobrolnya. Kita bisa duduk bersebelahan atau berhadapan, atau kalian mau bersandaran? Boleh. Boleh juga sambil menyetel musik pelan. Boleh memilih lagu kesukaan kalian. 

Saya adalah orang yang naif (kata orang), tapi jujur saya tidak terlalu memusingkan apa kata orang. Selama saya benar, maka akan saya lakukan. Tapi hari ini saya kecewa. Bukan sedih, tapi kecewa. Bagaimana mungkin makhluk berakal, sempurna, memiliki emosi, dan semua kesempurnaannya bisa merendahkan seseorang. Bukan. Bukan seseorang, tapi sekelompok orang, atau malah profesi, atau mungkin juga ibadah, di depan banyak orang. Saya selama ini selalu percaya bahwa setiap ada yang merendahkan kita, maka sebenarnya menandakan dia berada di bawah kita. Bahwa menjadi rendah hati menandakan kita berilmu. 

Saya kecewa, karena di sirkel sebut saja intelek, masih saja ada pribadi yang seperti itu. Bagaimana jika yang direndahkan sedang tidak baik-baik saja? Bagiamana jika yang direndahkan baru saja bangkit dari keterpurukannya yang sudah berangsur selama beberapa bulan? Bagiamana jika yang direndahkan baru saja memutuskan untuk melanjutkan hidup? Bagaimana jika yang direndahkan bahkan tidak memiliki siapa pun di dunia ini untuk sekadar berbagi kisah? Bagaimana jika yang direndahkan baru saja menghapus air mata kesedihannya? Bagaimana yang direndahkan sedang ada masalah yang kompleks? Bagaimana jika yang direndahkan sedang berjuang hidup sendirian? Bagaimana?

Ada berapa banyak orang yang tidak selamat dari perkataan yang seringkali lalai? Ada berapa banyak hati yang tersakiti atau sekadar merasa rendah diri? Saya kecewa. Sungguh, jangan seperti itu, ya? Seseorang tidak akan kemudian menjadi tinggi dengan merendahkan orang lain. Seseorang tidak akan kemudian dipuja karena sudah berhasil meremehkan orang lain. Siapa pun. Pesulap, pengemis, pekerja kantoran, penjual buah salak, tukang ojek, astronot, pengepul barang bekas, atau yang lainnya.

Hari ini, berhasil membuat saya kembali mengingat isi dari salah satu buku favorit saya yang berjudul: "To Kill a Mockingbird" karya Harper Lee, bahwa kata-kata seringkali lebih tajam dari pada pedang. Maka semoga, orang-orang selalu terhindar dari perkataan dan prasangka yang seringkali lalai. Semoga kita bisa selalu banyak-banyak berdoa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#siriustalk

De Lente (Episode 2)

Rindu: Wijaya