Kalau kamu tahu betapa saya benar-benar serius ketika mengatakan saya akan menyayangimu bagaimana pun kamu, saya rasa kamu akan menyublim. Saya selalu mengatakan bahwa, kamu tidak perlu menjadi apa pun atau siapa pun, kamu hanya perlu menjadi diri sendiri, kamu tidak perlu berlomba dalam hal apa pun kecuali dalam hal kebaikan, dan kamu tidak perlu mengalahkan siapa pun, kamu hanya perlu mengalahkan diri sendiri. Saya serius. Kamu pun begitu, tolong ingat-ingat bahwa kamu adalah orang pertama yang tahu semua hal tentang saya and will always be. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini, tapi rasanya jantung saya sedang tidak berada pada tempatnya. Alam semesta saya mendadak berhenti, tidak ada kelengkungan ruang dan waktu. Berhenti. Jika nanti kamu membaca tulisan saya ini, ketahuilah semuanya tetaplah sama. Kamu boleh cek sendiri. Kamu masih menjadi bagian dari hidup saya dan insyaallah akan selalu menjadi bagian hidup saya. Kamu boleh jadi tidak tahu bahwa kamu sudah mewarna
Hai, November! Hai, saya kemabali dari tempat tidur saya. Yah, walaupun saya tahu tidak ada yang menunggu tulisan, it's okay. Tapi percayalah, saya sempat ingin menjadi penulis. Sungguh. Ini serius. Hahahaha. Makanya dulu, saat saya masih SMP saya suka bikin cerpen alay*eaa* Tujuannya? Tak lain dan tak bukan, "Biar dimuat di kompas.." Tapi, mimpi itu tak kunjung tercapai, hingga saya frustasi huks Dan memutuskan untuk bermimpi kuliah di ITB saja Pun, itu hanya mimpi, huks Saya akhirnya masuk UGM Ah sudahlah, Saya sebenarnya pengin post lanjutan dari novel bulukan dari jaman alay *eaa* Apalagi kalau bukan, De Lente. So, this is... De Lente (google.co.id) Keesokan harinya, Icha, Bu Zahra dan Pak Dimas bersiap-siap untuk pergi ke Universiteit Utrecht.
Ritual pulang kampung saat idul fitri salah satunya adalah berkunjung ke tempat pengasuhku dulu. Lebih tepatnya pengasuhku dan adikku. Tapi rasanya aku sedikit tidak sreg dengan kata "pengasuh", karena aku merasa mereka lebih dari itu. Seperti kakek nenekku, bahkan lebih dari itu. Dulu, saat aku dan adikku kecil, bapak dan ibu full time pekerja di perusahaan. Dari aku bayi sampai adikku lahir, bahkan sampai kami sudah resmi lulus dari mereka, kami tetap selalu main ke tempat mereka. Menginap saat libur, makan bersama, ramadan bersama, bahkan kami dekat sekali dengan keluarga kakek nenek tersebut (untuk selanjutnya mari kita sebut Pak Manto dan Mbok Ti). Aku dan adikku tumbuh dan beranjak dewasa diwarnai dengan kehadiran Pak Manto dan Mbok Ti. Rasanya cukup. Tidak perlu apa pun. Barangkali itu yang membuat aku setiap kali berkunjung ke rumah mereka selalu menangis sesudahnya. Ada rasa sayang yang teramat besar, bahkan tidak ada kata yang cukup untuk bisa menggambarkannya. Sang
Komentar
Posting Komentar